Kamis, 08 September 2011

PUASA DAN PENSUCIAN DIRI

Ibadah puasa identik dengan pensucian diri seorang muslim. Selama sebelas bulan, seseorang banyak melakukan kesalahan dan kemaksiatan yang membuat dirinya jauh dari keberkahan dan kemuliaan. Ada yang mengibaratkan bahwa sebelum bulan Ramadhan manusia-manusia itu seperti ulat. Ulat adalah makhluk kecil yang menjijikkan bagi kebanyakan orang. Makhluk kecil ini tidak pernah berhenti makan daun apa saja. Hingga akhirnya suatu saat ia membuat sebuah kepompong yang ditinggali untuk melakukan puasa beberapa waktu lamanya. Sehingga pada saatnya tiba ia keluar dari kepompong tersebut dalam bentuk yang berbeda, bentuk yang sangat indah dipandang mata. Dari makhluk yang menjijikkan berubah menjadi makhluk yang disukai semua orang. Begitulah diibaratkan manusia sebelum memasuki “kepompong” Ramadhan banyak melakukan maksiat dengan melakukan apa saja, dari ucapan yang tak lepas dari dusta, lidah yang tak luput dari membuat luka, pandangan mata yang tak lepas dari maksiat dan perbuatan hina, telingga tak henti mendengarkan gossip-gossip, tangan selalu melukai orang lain, dan mulut tak henti dari makan bahkan tak kenal halal dan haram apalagi hal yang subhat. Pada saat manusia memasuki “kepompong” Ramadhan ia berpuasa selama tiga puluh hari dari makan dan minum. Menahan makan dan minum merupakan sarana yang Allah berikan untuk menahan hal-hal lainnya. Seperti menahan ucapan dari dusta, ghibah dan fitnah, menahan lidah dari perkataan yang menyakitkan hati orang lain, dan menahan hal-hal lainnya yang bersifat bathiniyah. Pada saatnya manusia yang telah masuk dalam “kepompong” Ramadhan tersebut harus keluar dan menjadi manusia yang bertakwa. Manusia yang indah dan membawa keindahan bagi sesama manusia dan makhluk lainnya, seperti kupu-kupu yang indah.
Gambaran diatas sesuai dengan firman Allah swt. :
ياايها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 183).
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه (رواه أحمد وأصحاب السنن).
“Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharap ridha Allah swt, akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu.” (HR. Ahmad dan Ashabu As-Sunan).
Pensucian diri atau dikenal dengan istilah تزكية النفس (tazkiyatu an-nafsi) merupakan suatu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Semua ibadah yang diwajibkan kepada manusia oleh Allah swt merupakan suatu sarana untuk membersihkan manusia dari dosa-dosa yang diperbuat oleh mereka. Salah satu ibadah tersebut adalah ibadah puasa. Dengan puasa ini, diharapkan manusia menjadi manusia yang bertakwa.
Diri yang suci akan memberikan dampak yang luas bagi kehidupan manusia. Pribadi yang suci akan membentuk keluarga yang suci di mana pribadi itu berada. Keluarga yang suci akan memberikan dampak yang luas kepada masyarakat dimana keluarga itu berada. Bila suatu bangsa di dalamnya banyak kelompok-kelompok masyarakat yang suci akan membawa bangsa tersebut menjadi baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.
Hal ini sesuai dengan firman Allah swt yang memerintahkan tiap manusia untuk menjaga dirinya dari api neraka terlebih dahulu. Bila dirinya telah terjaga – secara realitia ibadah yang dilakukannya – barulah dia dapat menjaga keluarganya dari api neraka dengan mengajak dan membina serta mendidik keluarganya dengan ajaran agama dan praktek keseharian sesuai dengan aturan yang diajarkan oleh Rasulullah swt. Firman Allah tersebut adalah:
ياايها الذين امنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقوده الناس والحجارة عليها ملائكة غلاظ شداد لايعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون.
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang di atasnya (dijaga) oleh malaikat yang ghiladz dan kasar yang tidak akan menentang Allah atas apa yang diperintahkan pada mereka dan mereka akan melakukan apapun yang diperintahkan.
Banyak contoh-contoh salaf as-shalih yang dengan kesucian dirinya melahirkan generasi-generasi yang gemilang yang membawa suatu perubahan bagi kehidupan manusia. Kehidupan yang penuh keberkahan dan kemulian.
Sudah menjadi kebiasan bagi Umar bin Khatab saat menjadi Amirul Mu’min berkeliling pada malam hari untuk melihat kondisi rakyatnya. Hingga akhirnya dia sampai pada suatu rumah yang mana penghuninya belum tidur pada malam itu dan tak sengaja Umar mendengar dialog antara seorang ibu dengan putrinya.
“Anakku, kita campur saja susu ini dengan air? Bukankah Umar tidak mengetahui perbuatan kita ini?” Kata sang Ibu.
“Memang Umar tidak mengetahui, tapi dimana Allah? Allah mengetahui semua perbuatann hambanya,” jawab sang putri.
Mendengar jawaban itu, Umar meminta kepada orang yang bersamanya agar menandai rumah tersebut. Pada esok paginya, Umar memanggil putranya untuk dinikahkan pada wanita yang shalihah tersebut. Mendengar penjelasan ayahnya, sang anak menuruti permintaan ayahnya tersebut.
Akhirnya pada hari itu juga terjadilah pernikahan antara putra Umar bin Khatab dengan perempuan yang sangat beriman tersebut. Dari keduanya – dengan sebab menjaga kesucian dirinya – lahirlah keturunan yang shaleh dan mulia yaitu Umar bin Abdul Azis. Yang sebagian ahli sejarah dan ulama memasukkan beliau sebagai Khalifaturrasyidin yang kelima. Karena dalam waktu dua tahun kepemimpinannya, beliau dapat mensejahterakan rakyatnya sehingga pada saat itu tidak ditemukan satu orang pun yang meminta-minta sedekah. Bahkan, para orang kaya saat itu mengalami kesulitan untuk mencari orang-orang miskin yang berhak untuk menerima zakat. Subhanallah!
Kisah berikut ini sangat menarik sekali, karena sesuai dengan zaman saat ini yang penuh dengan godaan dan rayuan perbuatan zina. Adalah seorang bernama Abu Bakar As-Misky, Abu Bakar yang tubuhnya selalu wangi seharum minyak miski. Suatu hari ia ditanya: “sungguh kami selalu mencium bau wangi darimu, apa sebabnya sih?”
Dengan bersahaja ia menjawab: “Demi Allah sudah bertahun-tahun aku tidak memakai minyak wangi. Adapun aroma wewangi tubuh sebabnya begini. Suatu ketika ada seorang wanita yang memperdayaiku. Ia memasukkan aku ke dalam rumahnya lalu ia mengunci pintu-pintunya. Selanjutnya ia pun merayuku dengan berbagai cara untuk memperdayaiku dan menjerumuskanku…”
“Aku pun bingung dan tertekan dengan tipu dayanya, aku lalu berkata kepadanya, “Aku mau ke belakang terlebih dahulu.” Aku meminta ia mengirim pembantunya unttuk menyertaiku ke toilet. Ia pun setuju. Ketika aku masuk kamar kecil, aku ambil kotoran dan aku lumurkan ke seluruh tubuhku. Selanjutnya akupun ke tempat wanita itu dalam keadaan yang berlumuran dengan kotoran. Nah, ketika ia melihatku, ia pun kaget. Lalu ia memerintahkan pembantunya untuk mengeluarkan aku. Lalu aku pergi dan membersihkan diri, dan pada malam harinya aku bermimpi melihat seseorang berkata kepadaku:
“engkau telah melalukan apa yang belum pernah dilakukan seseorang selainmu. Sungguh aku menjadikan baumu wangi di dunia dan di akherat.”
Maka, pada pagi harinya aku terbangun dengan kesturi yang keluar dariku. Yang demikian itu terus berlanjut sampai sekarang.
Subhanallah wahai saudara-saudaraku…! Itulah contoh dari kemulian orang yang benar-benar berusaha untuk menjaga kesucian dirinya dari kemaksiatan.
Siapa sih yang tak kenal Imam As-Syafi’i? semua orang insya Allah mengenalnya. Ia bernama Muhammad bin Idris As-Syafi’i. Menurut sebuah riwayat, Idris, ayahnya Imam As-Syafi’I merupakan salah seorang yang sangat menjaga kesucian dirinya, bahkan pada hal yang subhat pun dia jauhi.
Pada suatu hari, idris muda – sebelum menikah – melaksanakan shalat dan ibadah di pinggir sungai menjelang sore. Pada saat itu ia sedang berpuasa. Tak beberapa lama, tiba waktu maghrib dan ia membatalkan puasa dengan buah delima yang kebetulan lewat di pinggir sungai yang ia ambil tanpa pikir panjang. Selesai shalat maghrib, ia tersadarkan diri bahwa buah delima yang ia makan tersebut tidak jelas pemiliknya, pikirnya ia telah memakan sesuatu yang subhat. Akhirnya untuk menghalalkan delima yang subhat tersebut ia menyusuri sungai tersebut untuk menemukan kebun delima yang berada di pinggir sungai. Dengan berjalan kaki sepanjang malam ia mengikuti sungai tersebut. Akhirnya sampailah ia pada sebuah perkembunan delima yang sebagian cabang pohonya menjuntai ke sungai dan ia berkeyakinan bahwa delima tersebut dari perkebunan ini. Dengan rasa hormat ia menemui pemilik kebun.
“Assalamu’alaikum,” kata Idris
“Walaikum Salam,” Jawab pemilik kebun
“Begini pak, saat saya buka puasa di pinggir sungai, saya melihat buah delima, lalu saya ambil dan saya makan. Saya baru sadar bahwa yang saya makan itu bukan hak saya, dan itu haram buat saya makan. Maka saya kesini, memohon kepada bapak untuk menghalalkan buah delima tersebut.” Kata Idris.
Mendengar permohonan pemuda tersebut, pemilik kebun yang kebetulan dia adalah seorang syeikh (ulama) yang memiliki pesantren, melihat bahwa pemuda ini adalah orang shaleh, orang yang jujur dan benar-benar menjaga kesucian dirinya.
“maaf anakku, saya tidak dapat menghalalkan buah delima itu begitu saja, ada syarat yang kamu mesti tunaikan agar buah delima itu halal bagimu,” kata Syeikh.
“apa syarat tersebut?” kata idris.
“kamu harus tinggal di pondok ini dan membantu saya menjaga kebersihan dan apapun pekerjaan yang ada di pondok ini selama dua tahun,” kata syeikh.
Karena idris seorang yang benar-benar alim dan sholeh serta beringinan kuat agar dirinya tetap suci dari makanan yang haram, maka dia menyanggupi persyaratan yang disampaikan oleh syeikh tersebut. Berlangsunglah idris tinggal di pondok tersebut dengan mengerjakan pekerjaan apapun yang diminta oleh syeikh selama dua tahun tanpa diberi bayaran sedikitpun.
Saat berakhirnya masa persyaratan tersebut, Idris menemui syeikh.
“Ya syeikh, masa dua tahun telah saya lalui, mohon dihalalkan buah delima tersebut.” Kata Idris.
“Oh tentu, tapi ada satu syarat lagi yang harus kamu tempuh,” kata syeikh.
“Apa syarat itu ya syeikh.” Kata Idris.
“Kamu harus menikah dengan anak saya yang buta matanya, tuli telinganya, bisu lidahnya, buruk wajahnya, dan lumpuh kaki serta tangannya. Mau tidak kamu memenuhi syarat ini, agar saya halalkan buah delima tersebut?”
Tanpa pikir panjang, idris menjawab: “Saya siap, yang penting saya mohon dihalalkan buah delima tersebut.” Jawab Idris.
“ya, saya akan halalkan buah delima tersebut bila kamu telah menikah dengan anakku.” Kata Syeikh.
Maka dilaksanakanlah pernikahan tersebut. Dan halal-lah buah delima tersebut. Dan Idris mengucapkan Al-hamdulillah atas usahanya dalam mencari kehalalan. Maka dia diminta untuk menemui istrinya yang baru saja nikahi yang mana belum pernah dia lihat sedikitpun.
Pada saat di memasuki kamar, maka idris memberi salam. Yang di dalam kamar menjawab salamnya. Idris tercengang, bukankah istrinya itu bisu, ko bisa menjawab salam. Maka, dia melihat seorang gadis cantik jelita bagai bulan purnama ada sedang menanti dirinya. Matanya tidak buta, telinganya tidak tuli, tangan dan kakinya lengkap tidak lumpuh. Menyaksikan itu, idris keluar dari kamar dan menemui Syeikh (mertuanya).
“Ya, syeikh, kata anda istriku itu buta, tuli, bisu, buruk wajah, lumpuh kaki dan tanganya, tapi yang kudapati di kamar sangat berbeda, dia cantik jelita, tidak bisu, tuli dan buta serta tidak lumpuh seperti ucapannya pada saat yang lalu?” kata idris dengan wajah kebingungan.
“wahai anakku, dialah isterimu. Dia buta, karena matanya tidak pernah digunakan untuk melihat pandangan maksiat, dia tuli karena tidak pernah mendengar gossip dan ghibah, dia bisu karena tidak pernah mengucapkan kata-kata yang kotor, dia buruk rupa karena dia tidak pernah menggunakan perhiasan dunia, dan dia lumpuh kedua kaki dan tangannya karena tidak pernah digunakan untuk dan ke tempat maksiat. Dialah istrimu wahai anakku,” kata mertuanya meyakinkan dirinya.
Dari pernikahan sepasang manusia yang mulia yang benar-benar menjaga kesucian dirinya melahirkan manusia yang suci dan mulia yang menjadi imam bagi manusia lainnya, yaitu Muhammad bin Idris As-Syafi’i ra.
Begitu pula, seorang Mubarok, ia adalah pekerja di sebuah perkebunan apel. Sudah lama dia bekerja di sana. Pada suatu hari, pemilik kebun meminta kepadanya nanti pada saat panen, agar dia memisahkan antara apel yang manis dan apel yang masam. Setelah selesai melaksanakan perintah tuannya, dia melapor kepadanya. Maka, pemilik kebun mencoba apel yang berada di kelompok apel yang manis. Sungguh kaget sang tuan, karena dia mendapati apel yang masam pada kelompok apel yang manis.
“Ya Mubarok, kenapa apel yang masam ada di bagian yang manis?” Kata Tuan.
“Maaf tuanku, aku tidak bisa membedakan antara apel yang manis dengan apel yang masam” Kata Mubarok.
“emangnya kamu tidak mencobanya terlebih dahulu, sehingga kamu tahu mana yang manis dan mana yang masam” kata tuan.
“maaf tuanku, puluhan tahun aku bekerja di sini, aku tidak pernah mencicipi satu buah apelpun, karena hal itu haram bagiku.” Kata Mubarok.
Terperanjat sekali sang tuan pemilik kebun. Ternyata selama ini dia memiliki pekerja yang sangat jujur dan selalu menjaga kesucian dirinya dari makanan yang haram bahkan dari makan yang subhat pun dia menjaga dirinya. Akhirnya Mubarok dinikahkan dengan putri pemilik kebun. Dari pasangan ini, akhirnya lahirlah seorang ulama dan wali besar, Abdullah ibn Mubarok. Subhanallah…!
Itulah wahai saudaraku, ternyata kesucian diri memberikan dampak pada diri kita dan juga kepada keturunan kita. Tentunya kita ingin sekali memiliki keturunan yang baik dan memberi kebaikan kepada dunia dan baik kedudukannya di akhirat. Untuk itu perlu sekali kita menjaga diri ini dari hal-hal yang merusak kesucian diri pribadi. Baik dari makanan, minuman dan juga perbuatan-perbuatan nista.
Dengan puasa di bulan Ramadhan ini, Allah menghendaki agar orang-orang yang beriman menjadi manusia-manusia yang bertakwa. Manusia yang selalu menjalankan apa yang diperintah oleh-Nya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh-Nya pula. Manusia yang hati-hati dalam melangkah dan berbuat dari tiap ucapaan, pandangan, pendengaran, suapan, lemparan, dan langkahnya. Dia selalu meningkah dengan akal, hati dan iman dalam setiap perbuatannya. Apakah yang aku lihat ini, bisa mendatangkan keridhaan Allah swt? Apakah yang saya ingin ambil ini, sesuatu yang disukai oleh Allah? Apakah yang aku dengarkan dengan telinga ini, memberikan dampak kemulian di sisi Allah? Atau bisa sebaliknya, hal ini bisa mendatangkan kemurkaan dari Allah?
Itulah manusia-manusia yang bertakwa. Satu bulan ditempa dari orang beriman menjadi orang bertakwa. Allah menginginkan perubahan yang baik bagi hamba-hambanya. Agar generasi berikutnya merupakan generasi yang suci dan mulia, karena orang-orang tua mereka adalah manusia yang suci dan mulia karena mensucikan dirinya dengan menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Subhanallah, sungguh Maha Suci Allah yang menginginkan kesucian bagi hamba-hambanya.
Beruntunglah kita yang berpuasa, karena secara tidak langsung kita sedang membersihkan diri kita dari kotoran dan sampah yang merusak baik jasmani maupun rohani kita. Puasa dengan berbagai hikmah dan faedah yang ada di dalamnya, akan membesihkan segala macam penyakit jasmani dari kolesterol, racun-racun, lemak-lemak dan lain-lain yang terakumulasi selama sebelas bulan. Dengan puasa itu, mengikis habis racun-racun tersebut. Maka benarlah apa yang disabdakan Rasululullah : Shumu tashihu (Berpuasalah kamu, niscaya kamu sehat).
Begitu pula kotoran dan sampah rohani, seperti dusta, ghibah, hasad, sombong, dengki, iri, ujub, piktor (pikiran kotor), pikiran negative, malas, dan lain-lain, diberikan dengan ibadah puasa ini. Sehingga setelah ibadah puasa dijalankan, menjadi manusia yang jujur, baik, bermanfaat, tawadhu, iffah (menjaga diri), husnu dhzon, pikiran positif, rajin, semangat dan memberikan manfaat bagi orang lain.
Akhirnya lahirlah generasi yang suci, yang mulia dan bermanfaat baik orang lain. Sebaik-baik manusia adalah orang bermanfaat bagi lainnya. Orang akan dapat memberikan manfaat bila dia telah suci dan juga mulia. Seseorang tidak akan dapat memberikan manfaat kalau di dirinya tidak ditemuakan sesuatu yang bermanfaat. Sesuatu yang bermanfaat itu adalah sesuatu yang suci dan mulia.
Semoga saja pada Ramadhan ini, kita lahir kembali sebagai manusia-manusia yang suci. Wallahu ‘Alam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar