Minggu, 12 April 2009

Titik Hitam, Titik Putih dan Titik Nol

Titik Hitam
Bila disebut titik hitam yang terbayang adalah sesuatu yang kecil. Walaupun kecil tapi bisa membawa pengaruh yang cukup besar. Kalau titik hitam ada di tubuh seseorang itu dinamakan ‘tahi lalat’. Bila tahi lalat ada di dagu kanan seseorang, sungguh manis dipandang. Bila ada di bibir atas, maka diartikan pemiliknya cerewet. Bila ada di kaki, katanya orang tersebut tukang jalan. Banyak sekali makna yang timbul dari titik hitam yang ada di tubuh seseorang. Namun bila titk hitam tersebut besar bentuknya disebut tompel. Dan lebih kacau lagi bila titik hitam itu dari waktu ke waktu membesar, itu namanya tumor. Wah harus dioperasi dong!
Memang kecil bentuknya, namun besar maknanya. Bila Anda berselancar di dunia maya, internet, dan Anda tanya sama Om Google. Tulis saja titik hitam. Banyak sekali orang yang membahas tentang titik hitam. Diantaranya :
Titik Hitam Di Atas Kertas Putih : http://m0chta.blog.friendster.com/titik-hitam-di-atas-kertas-putih
Ruang Putih Dan Titik Hitam Kehidupan Kita : http://budiawan-hutasoit.blogspot.com/2009/02/ruang-putih-dan-titik-hitam-kehidupan.html
Kalau Anda baca dari dua web site tersebut, sungguh titik hitam mempunyai makna yang sangat dalam. Menyentuh ke dalam qalbu. Memberikan pelajaran dan hikmah yang menggetarkan hati. Saya tulis tidak ya artikel mereka di sini. Ah saya tulis saja ya. Mohon izin Bapak Mochta dan Bapak Budiman Hutasoit. Saya copy renungan Anda ke tulisan ini. Semoga memberi manfaat bagi semua. Inilah diaaaaaaa!
Titik Hittam Di Atas Kertas Putih
Apa yang akan aq ceritakan bukanlah kisah pribadiku, namun aq yakin cerita ini mencerminkan prilaku banyak orang. Aku hanya berharap kita semua dapat mengambil pelajaran yang ada didalamnya.
Seorang ayah tinggal dengan anak semata wayangnya di sebuah desa yang cukup terpencil. Suatu hari ketika sang anak bermain diluar rumah, hujan deras tiba-tiba datang. Sang anakpun berlari memasuki rumah dengan tergesa-gesa. Bruakk… sang anak terjatuh cukup keras menabrak sebuah ember yang sengaja ditaruh sang ayah di depan pintu untuk menampung tetesan air hujan dari genteng yang bocor. Melihat hal itu sang ayah pun berlari menghampiri anaknya dan berusaha menolongnya. Tapi sang anak justru berubah menjadi temperamental dan berbalik menyalahkan ayahnya dengan alasan menaruh ember sembarangan. Sang ayah menghela napas dan berusaha menjelaskan bahwa anaknyalah yang kurang berhati-hati dan tidak waspada. Namun hal itu sia-sia, sang anak terlanjur marah lalu meninggalkan ayahnya tanpa berkata apa-apa dengan wajah yang terpagut.
Dilain hari ketika bermain dihalaman rumahnya kembali lagi sang anak membuat ulah. Sebuah sarang lebah dilemparinya dengan batu, padahal sang ayah sudah berulang kali mengingatkan untuk menjauh dan tidak menggangu sarang itu. Tak ayal lagi, puluhan lebahpun marah dan beterbangan menghampiri sang anak. Sengatan lebah mulai bersarang ditubuhnya, merasa kesakitan dan bingung, sang anak berteriak-teriak minta tolong. Ayahnya berada cukup jauh hingga tak langsung mendengar teriakan anaknya. Saat itu juga beruntunglah sang anak, karena tak jauh dari rumah mereka ada sebuah empang ikan. Sang anak menceburkan diri kedalam empang dan lebah pun pergi meninggalkannya. Setelah itu sang ayah pun datang menolongnya dan menanyakan keadaan anaknya. Lagi-lagi sang anak berprasangka buruk dan menyalahkan ayahnya atas kejadian yang ia alami. Sang anak berujar, harusnya ayahnya datang lebih awal jika memang sayang terhadapnya. Harusnya ayahnya menyelamatkannya sebelum ia tersengat oleh lebah. Meski begitu sang ayah tetap berusaha sabar dan membawa masuk anaknya kedalam rumah untuk diobati.
Disebuah malam sang ayah memanggil anaknya untukberbicara. Tapi anehnya beliau hanya menunjukkan sebuah kertas pada anaknya seraya bertanya “Apa yang kau lihat dari kertas ini nak?”, tanya sang ayah. Sang anak lalu menjawab dengan yakin, “Aku hanya melihat sebuah titik hitam tepat ditengah kertas itu ayah”. Sang ayah bertanya hal yang sama sekali lagi, “Cobalah perhatikan dengan seksama dan katakan pada ayah apa yang kamu lihat anakku”. “Meski dilihat berulang kali jawabannya tetap sama ayah, aku hanya melihat sebuah titik hitam diatas kertas putih itu”, jawab sang anak dengan lantang. Lalu iapun berbalik bertanya pada ayahnya, “Sebenarnya apa maksud ayah menunjukkan kertas ini padaku”. Sang ayah hanya tersenyum, lalu menjawab pertanyaan anaknya dengan sangat bijaksana. “Jadi selama ini itulah yang kamu lihat dari ayah nak, kamu hanya melihat kekurangan dari ayahmu saja, jika kau perhatikan lagi dengan seksama tidakkah kau lihat bahwa kertas ini ditaburi banyak sekali titik-titik putih yang mengelilingi sebuah titik hitam, begitu pula jika kau mau melihat ayah dengan hati, tidakkah kau lihat sudah banyak kebaikan-kebaikan yang sudah ayah perbuat terhadapmu. Selama ini ayah tidak pernah mempermasalahkan sikapmu kepada ayah, karena ayah sangat menyayangimu dan ayahpun yakin suatu saat kau akan mengerti akan semua kebaikan yang sudah ayah lakukan. Maafkan ayah jika ayah banyak kekurangan, ayah hanya seorang diri karena ibumu telah lebih dulu meninggalkan kita berpulang pada Sang Pencipta, tapi ayah akan selalu berusaha untuk membahagiakanmu sekuat tenaga ayah“. “Cukup ayah”, sang anak memotong pembicaraan. Lalu menghampiri ayahnya dan memeluknya seraya menangis serta memohon maaf berulang-ulang.
Seorang manusia tidak akan pernah merasa bahagia jika tak bisa melihat dan menyadari perbuatan baik dari orang lain. Kita hanya akan menjadi orang yang angkuh dan menjadi manusia yang paling buruk, karena tak pernah belajar untuk berbuat kebaikan. Selalu merasa paling benar dan selalu berprasangka buruk kepada orang-orang yang menyayanginya. Pada akhirnya jika tak merubah sikap, yang ia peroleh hanyalah kesendirian yang teramat sepi.
Ruang Putih Dan Titik Hitam Kehidupan Kita
Di sebuah kelas sekolah dasar, seorang guru wanita memperlihatkan secarik kertas bergambar satu titik kecil berwarna hitam kepada para murid. "Ini apa, anak-anak?" tanyanya. "TITIK, Bu!" jawab para murid serempak. "Bukan, ini kertas!" kata Bu Guru lagi. Ilustrasi kecil ini menunjukkan, bahwa orang bisa lebih terfokuskan perhatiannya pada satu titik hitam - walaupun kecil - dibanding pada lembaran besar kertas putih di mana titik hitam itu tergambar.
Di tengah berbagai kesulitan, ketika badai hidup menerjang, apakah kita merasa hidup ini seolah-olah gelap sama sekali? Kita lalu merasa sebagai orang yang paling malang di dunia. Baiklah sejenak kita berdiam diri. Kita fokuskan perhatian pada hal-hal yang indah dalam hidup ini; mungkin kicau burung yang merdu, atau tawa riang anak-anak di sekitar kita, atau juga para sahabat yang selalu mendukung. Percayalah, kita akan menemukan kenyataan bahwa hidup kita tidaklah sekelam yang kita duga.
"Ruang putih" dalam kertas hidup kita masih jauh lebih luas dibandingkan satu titik hitam beban yang ada di situ.
Gimana? Subhanallah. Sebuah pelajaran yang memberikan kesan mendalam, pesan menghujam, menggerakan jiwa untuk selalu berbuat kebaikan. Kecil bentuknya, besar maknanya, itulah si titik hitam.
Rasulullahpun, 14 abad yang lalu telah menyampaikan tentang titik hitam. Setiap kali seseorang berbuat maksiat, maka akan tumbuhlah titik hitam di hatinya. Satu maksiat, satu titik hitam. Dua maksiat, dua titik hitam. Ditambah satu maksiat, maka titik hitamnya bertambah. Berbuat maksiat lagi, titik hitamnya tambah lagi. Banyak maksiatnya, banyak pula titik hitamnya. Hati yang awalnya putih, suci dan bersih. Bila terus menerus ditumbuhi titik-titik hitam (wah nulis titiknya mulai dua kali nih) maka akan menjadi hitam. Dan kalau sudah hitam semua, itu bukan lagi titik hitam. Tapi ya disebut benda yang hitam. Hati yang hitam legam tidak lagi dapat menerima cahaya apalagi memantulkan cahaya.
Hati yang telah penuh dengan titik-titik hitam akan membawa anggota tubuhnya ke ‘dunia hitam’. Tangannya akan selalu melakukan perbuatan yang terlarang. Matanya akan memandang yang tak patut dipandang. Telinganya selalu mendengar gosip yang membeberkan kekurangan orang lain. Hidungnya digunakan untuk mencium yang bukan haknya. Mulutnya tak pernah lepas dari caci maki dan kata-kata yang menores hati orang. Kemaluannya digunakan bukan pada wanita-wanita yang halal baginya. Kakinya selalu melangkah ke tempat maksiat. Perbuatan dosa telah menjadi hal biasa. Perbuatan maksiat menjadi hal yang nikmat tanpa rasa sesal dan takut terhadap akibat. Getaran iman sudah tak terasa. Hati nurani yang selalu meneriaki untuk berada dalam kebenaran telah mati suri. Akal sudah tak sadar diri. Akhirnya menjadi manusia yang tak kenal diri sendiri. Manusia yang tak tahu tujuan hidup. Untuk apa dia diciptakan. Berapa banyak nikmat yang telah dinikmati. Siapa sang Pemberi nikmat, Ia sudah lupa dan tak tahu diri. Tak sadar bahwa setiap ucapannya tercatat dengan rapi dan teliti. Tak sadar bahwa setiap perbuatannya terekam dengan ‘kamera’ buatan Allah yang Maha Kuasa. Terjerumuslah ia kedalam jurang kemaksiatan. Semakin ia lupa pada Tuhan, semakin jauh ia masuk ke dalam jurang kenistaan. Aliran darahnya sudah menjadi jalanan setan. Hatinya telah menjadi ladang permainan setan. Nauzu billah!
Lain halnya hati yang putih bersih. Ia akan dapat memantulkan cahaya sehingga seluruh anggota tubuhnya tersinari cahaya dari hati. Bila hati itu penuh dengan cahaya kebaikan, maka anggota tubuh lain akan tersinari dengan cahaya kebaikan. Yang berarti anggota tubuh lainnya akan melakukan perbuatan baik. Semakin besar cahaya yang dipantulkan dari hati tersebut semakin besar pengaruh yang diberikan keanggota tubuh dan saking kuatnya pantulan tersebut sehingga memancar sampai kepada orang yang berada di sekitar pemilik hati yang bersih itu yang berakibat orang-orang disekitarnya tersinari dan merasa aman bersama orang tersebut. Subhanallah!
Titik Putih
Wahai pemilik hati yang hitam legam, walaupun Anda telah teramat jauh jatuh ke jurang kemaksiatan. Ribuan cacian terlontar dari lisan. Ratusan orang telah menjadi ladang kedzoliman. Puluhan wanita telah menjadi korban nafsu kebinatangan. Jutaan suapan haram yang masuk ke rongga mulut dan perut. Ribuan gelas yang berisi bir dan khamr yang memabukkan telah kau tenggak. Janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah. Sudah waktunya kau berhenti untuk memutar arah kehidupan. Dunia ada batasnya. Kenikmatan dunia ada akhirnya. Senikmat-nikmatnya wanita, nikmatnya hanya seberapa menit saja. Seenak-enaknya bir atau narkoba, ada sakitnya. Seindah-indahnya cinta, ada bencinya. Setenang-tenangnya angin, ada topannya. Seterang-terangnya sinar matahari, akan datang gelap malam. Sebanyak-banyaknya uang, ada habisnya. Semuanya – selama masih disebut dunia – pasti ada batasnya, ada akhirnya, dan ada hancurnya. Jangalah engkau terlena terus menerus. Kau terhanyut dibawa arus derasnya kemaksiatan. Sadarlah bahwa semuanya ada balasan. Sekecil apapun perbuatan, pasti ada bagian. Sadarlah! Sadarlah! Sadarlah!
Sekali lagi, JANGALAH BERPUTUS ASA TERHADAP RAHMAT ALLAH. Jangan berputus asa terhadap kasih sayang Allah. Jangalah kau merasa sudah terlanjur dan tak mungkin untuk kembali. Karena disetiap benda yang hitam pasti ada setitik titik putih walau titik tersebut sangatlah kecil. Sepekat-pekatnya langit pada malam hari, pasti ada satu titik putih bintang. Sekeras-kerasnya sebuah ikatan, pasti suatu saat akan mengendur. Sejauh-jahunya perjalanan, pasti akan sampai di tujuan. Sedalam-dalamnya lautan, pasti ada dasarnya. Sebesar-besarnya dosa, masih ada ampunan Tuhan. Masih ada jalan menuju taubat. Masih terbuka pintu rahmat dan kasih sayang dari Allah s.w.t. Janganlah berputus asa.
Yakinlah titik putih masih ada sekecil apaun di atas lembaran hitam. Sekelam apapun kehidupan di masa lalu, masih ada harapan walaupun sekecil apapun di masa depan. Sesulit apapun hidupmu, masih ada jalan keluar menanti di depan. Sekeras apapun batu, pasti ada cara untuk menghancurkannya. Sebesar apapun masalah, pasti ada jalan keluarnya. Bahkan Allah telah menyatakan bahwa setiap satu kesulitan, ada dua kemudahan. Fainna ma’al usri yusro, wainna ma’al usri yusro.
Titik Nol
Hidup tidak akan tidak ada masalah. Hidup pasti ada masalah. Hidup adalah ujian. Ujian untuk mencapai kejayaan, untuk mencapai kesempurnaan, untuk mencapai kebahagiaan. Jalanilah dengan penuh kesadaran. Tidak ada kata terlambat. Yang ada adalah mau atau tidak untuk kembali ke arah yang penuh rahmat. Allah tidaklah dzolim kepada hambanya. Tapi hambanyalah yang dzolim terhadap dirinya. Allah tidaklah akan meminta pertanggung jawaban sesuatu yang tidak dilakukan oleh hambanya. Allah akan membalas sesuai dengan tingkah laku manusia. Bila baik, Allah akan balas dengan kebaikan bahkan dengan balasan yang lebih baik. Bila buruk, Allah akan balas sesuai dengan keburukan. Allah membalas satu kebaikan dengan sepuluh ganjaran dan satu kejelekan dengan satu balasan. Subhanallah!
Apalagi yang kita tunggu, wahai saudaraku. Telah banyak kelalaian yang kita lakukan. Telah banyak kesia-siaan yang telah kita perbuat. Telah banyak ni’mat yang tak kita syukuri. Telah banyak usia yang sia-sia. Telah banyak maksiat yang kita perbuat. Telah banyak saudara yang kita hina. Telah banyak orang miskin yang kita dzalimi. Telah banyak amanat yang terlewat. Telah banyak janji yang tak kita tepati. Sadarlah dan kembalilah kita ke arah yang lebih baik lagi di masa depan. Taubatlah dengan sebenar-benar taubat. Masih terbuka pintu menuju rahmat.
Marilah kita mulai hidup baru. Mulai dari Titik Nol. Kalau dahulu banyak perbuatan yang minus – karena di bawah titik nol adalah minus (negatif) – Kita mulai saat ini dengan memperbanyak perbuatan plus (positif) – karena di atas titik nol adalah plus – Kita tingkatkan gairah kehidupan yang baik bagi diri kita. Kita perbanyak istighfar kepada Allah. Kita perbanyak ibadah kepada-Nya. Kita sadari akan dosa-dosa. Kita tangisi perbuatan aniyaya. Kita sesali segala maksiat yang telah kita perbuat. Sehingga kehidupan yang sedang kita jalani penuh dengan nilai-nilai positif. Dari titik nol kita menuju titik satu. Dari titik satu terus kita tingkatkan kedekatan kita kepada Allah untuk mengapai titik dua. Dari titik dua kita kerahkan segala daya upaya untuk mencapai keridhaan Allah dalam tingkah laku kita, terus menerus meniti titik tiga, titik empat dan seterusnya. Sehingga sampailah kita ke derajat ‘celcius’ paling tinggi di sisi Allah SWT.
Minimal, tanyalah pada diri kita saat kita akan melakukan segala sesuatu. Apakah yang saya ucapkan ini diridhai Allah? Apakah yang saya makan ini diridhai Allah? Apakah yang saya ambil ini diridhai Allah? Apakah arah jalan yang saya tuju menuju keridhaan Allah? Apakah teman yang saya jadikan sahabat ini membawa saya kepada ridha Allah? Apakah usaha saya dengan segala seluk beluknya diridhai Allah? Apakah uang yang saya berikan kepada Istri dan Anak saya termasuk uang yang diridhai Allah? Apakah mobil yang saya kendarai termasuk harta yang diridhai Allah? Apakah ibadah yang saya sudah lakukan akan membawa saya kepada keridhaan-Nya?
Haasibuu, qabla ‘an tuhaasabuu! Hisablah dirimu di dunia sebelum kamu dihisab di akhirat! Subhanallah Wal Hamdulillah Wala ilaha illah Wallahu Akbar.
Ya Allah terimalah taubat hamba-Mu ini, ya Allah!

Suka artikel ini, silahkan download. klik di bawah ini :
TITK HITAM DAN TITIK PUTIH.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar