Kamis, 05 Maret 2009

MEMBANGUN AKHLAK YANG MULIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Perilaku dan Tabiat Manusia, baik yang terpuji maupun tercela disebut akhlak. Dalam bahasa Indonesia, akhlak sering disebut “moral” atau “etika”. Secara etimologi, akhlak berasal dari bahasa Arab, akhlaq. Secara umum kedudukan akhlak adalah universal. Nilai-nilai standar tentang akhlak sudah dihujamkan oleh Allah SWT ke dalam jiwa manusia sejak mereka lahir : “Maka Dia ilhamkan dalam jiwa itu kecenderungan untuk berbuat buruk (hawa nafsu) dan kecenderungan untuk berbuat takwa” (QS asy-Syams [91] : 8).

Di sudut manapun di dunia ini, baik mereka yang mengenal Islam ataupun yang buta sama sekali, mereka semua akan memandang perbuatan dusta, ingkar-janji, fitnah dan berbagai keburukan perilaku yang lain sebagai perbuatan yang hina, culas dan salah. Jiwa manusia standar mengakui ini.

Datangnya Islam, adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sesuai dengan sabda Rasulullah: انما بعثت لاتمم مكارم الأخلاق  (Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak).

Akhlak dalam ajaran Islam tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi pada sopan santun antara sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriyah, dan semata didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan. Lebih dari itu akhlak adalah ibadah yang mesti didasarkan atas semangat penghambaan kepada Allah Ta’ala. Seorang Muslim menjadikan akhlaknya sebagai sarana mendekatkan diri pada Allah. Dia mengerjakan itu semua bukan didasarkan atas motivasi ingin mencari pamrih, pujian, atau kebanggaan. Akhlak adalah rangkaian amal kebajikan yang diharapkan akan mencukupi untuk menjadi bekal pulang ke negeri akhirat nanti.

Puncak derajat kemanusian seseorang dinilai dari kualitas akhlaknya. Bahkan kualitas keimanan pun juga diukur dari akhlak. Seluas apapun kadar kelimuan seseorang tetang Islam, sehebat apapun dirinya ketika melakukan ibadah, atau sekencang apapun pengakuannya tetang kuatnya keimanan yang dia miliki, semua itu tidak memberi jaminan. Tetap saja, alat ukur yang paling akurat untuk menilai kemuliaan seseorang adalah kualitas akhlaknya.

Ada beberapa sasaran akhlak dalam Islam :

1.      Akhlak terhadap Allah :

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji. Bertasbih kepada-Nya. Memuji kepada-Nya. Bertawakal kepada Allah. Bersyukur kepada Allah. Bersabar atas segala Ujian dan cobaan yang diberikan Allah.

2.      Akhlak terhadap sesama manusia :

Pilar-pilar yang merupakan kunci kemuliaan akhlak :

-          Jujur terpercaya : Kejujuran merupakan fondasi terpenting dalam bangunan akhlak. Tanpa kejujuran akan hilang kepercayaan. Selembut apapun sikap seseorang, seramah apapun tutur katanya, bahkan seproduktif apapun kegemarannya menolong orang lain, tetap saja semua itu tidak banyak membantu jika tidak jujur. Orang lemah lembut tapi tidak jujur akan diprasangkai punya maksud buruk di balik keramahannya itu.

Adapun cara untuk bisa jujur terpercaya hal-hal yang mesti dilakukan adalah:

Jujur perkataan : Pastikanlah bahwa setiap perkataan yang keluar dari lisan kita terlebih dulu telah melalui proses pertimbangan yang matang. Jangan sampai kita tergelincir dengan mengatakan sesuatu berupa kebohongan, sengaja atau tidak. Ketika sekali saja berbohong, maka kebohongan itu akan terus menghatui dan memenjarakan dirinya. Dia akan ketakutan jika sewaktu-waktu kebohongannya akan terbongkar. Dia akan terus menutupi kebohongannya dengan berbohong kembali agar kehormatannya selamat.

Menepati Janji : Janji itu sejenis sumpah, dan sumpah itu adalah hutang yang akan terbawa sampai mati. Siapapun yang berjanji, maka janji itu benar-benar harus diperjuangkan mati-matian untuk ditepati. Kita harus rela berkorban demi janji ini ditepati. Karena kesanggupan menepati janji adalah bukti kemuliaan akhlak seseorang.

Melaksanakan amanah : “Hai orang-orang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad saw) dan janganlah kalian mengingkari amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu sedang kalian mengetahui.” (QS al-Anfal [8]: 27). Bertanggung jawablah bila melakukan kesalahan. Seberat apapun hukuman dunia yang harus dipikul karena kesalahan itu, masihlah lebih ringan dibandingkan hukuman berupa siksa Allah yang perihnya tiada terlukiskan oleh gambaran apapun. Bertanggung jawablah selaku orang mu’min. bertanggung jawablah selama di perjalanan. Jangan menyerobot, tak mau antri, dan selalu berbuat bising di jalan. Dll.

-          Ramah dan lemah lembut : keramahan merupakan perpaduan dari amal-amal hati, niat yang tulus, serta kegigihan untuk selalu bersikap baik. Keramahan merupakan tahap awal kemuliaan akhlak. Alasannya adalah :

1.      Keramahan adalah tanda kerendahan hati, ketawadhuan. Orang yang sombong cenderung untuk bersikap kasar, berhati keras, ketus, angkuh, dalam gerak-gerik maupun ucapannya.

2.      Keramahan merupakan tanda kesabaran dan kesanggupan mengendalikan diri dalam berinteraksi dengan aneka macam perilaku orang lain.

3.      Keramahan yang tulus merupakan indikasi melimpahnya rasa kasih sayang dan kegemaran hati untuk menghormati orang lain. Di sana tumbuh rasa persaudaraan yang menjadi dasar sikap mulia dan kebahagiaan. Keramahan sulit sekali dilakukan oleh orang yang hatinya penuh dengan permusuhan.

Bila kita ingin memiliki keramahan, komponen-komponen di bawah ini insya Allah bisa kita jadikan bahan evaluasi diri sekaligus sebagai program pelatihan mandiri untuk menjadi pribadi yang ramah :

a.       Wajah yang cerah dan jernih

b.      Tutur kata yang lembut

c.       Sikap yang sopan dan penuh etika

d.      Berjiwa lapang-dada dalam menyikapi orang lain

Agar kita berlapang dada, ada beberapa persiapan-persiapan yang harus kita lakukan:

1.      Persiapkanlah mental kita bahwa kita harus siap menghadapi orang yang kurang menyenangkan, orang yang kurang menghargai atau bahkan orang yang hendak meremehkan kita.

2.      Belajarlah untuk memaklumi dan memahami bahwa latar belakang seseorang amat beragam, sering berbeda-beda.

3.      Berbaik sangkalah kepada siapapun karena Allah. Jangan biasakan mengawali sesuatu dengan prasangka buruk, karena itu akan sangat mempengaruhi cara berpikir, cara bersikap dan bertutur kata.

4.      Mengalahlah.  Mengalahlah jika sekiranya akan menjadi kebaikan bagi semua.

5.      Maafkanlah, dan janganlah mata ini terpejam sebelum berikrar untuk memaafkan orang lain.

3.      Akhlak terhadap lingkungan. Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Islam terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.

 

BACAAN LANJUTAN!

 

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhui atas pelbagai persoalan umat, Penerbi Mizan

Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, PT Ictiar Baru Van Hoeve

Abdullah Gymnastiar, Pilar-pilar Akhlak Mulia, MQS Pustaka Grafika

AA. Qowiy, 10 Sikap Positif, Penerbit Rosda Karya

Nurkholis Madjid, Pesan-Pesan Takwa, Paramadina

Harun Yahya, Bagaimana Seorang Muslim Berfikir, Robbani Press

Sa’id Hawwa, Al-Islam, Al-I’tishom Cahaya Umat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar